Monday, August 24, 2009

Ketenangan Jiwa.

Manusia seringkali berhadapan dengan berbagai masalah yang mengatasinya berat. Akibatnya timbul kecemasan, ketakutan dan ketidaktenangan, bahkan tidak sedikit manusia yang akhirnya kalap sehingga melakukan tindakan-tindakan yang semula dianggap tidak mungkin dilakukannya, baik melakukan kejahatan terhadap orang lain seperti banyak terjadi pembunuhan termasuk pembunuhan terhadap anggota keluarga sendiri maupun melakukan kejahatan terhadap diri sendiri seperti meminum minuman keras dan obat-obat terlarang hingga tindakan bunuh diri.


Oleh karena itu, ketenangan dan kedamaian jiwa sangat diperlukan dalam hidup ini yang terasa kian berat dihadapinya. Itu sebabnya, setiap orang ingin memiliki ketenangan jiwa. Dengan jiwa yang tenang kehidupan ini dapat dijalani secara teratur dan benar sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Untuk bisa menggapai ketenangan jiwa, banyak orang yang mencapainya dengan cara-cara yang tidak Islami, sehingga bukan ketenangan jiwa yang didapat tapi malah membawa kekacauan dalam jiwanya itu. Untuk itu, Al-Quran menyebutkan beberapa cara praktis.

1. Dzikrullah.

Dzikir kepada Allah Swt merupakan kiat untuk menggapai ketenangan jiwa, yakni dzikir dalam arti selalu ingat kepada Allah dengan menghadirkan nama-Nya di dalam hati dan menyebut nama-Nya dalam berbagai kesempatan (dan mendalami hukum-hukum Allah, termasuk dzikrullah). Bila seseorang menyebut nama Allah, memang ketenangan jiwa akan diperolehnya. Ketika berada dalam ketakutan lalu berdzikir dalam bentuk menyebut ta'awudz (mohon perlindungan Allah), dia menjadi tenang. Ketika berbuat dosa lalu berdzikir dalam bentuk menyebut kalimat istighfar atau taubat, dia menjadi tenang kembali karena merasa telah diampuni dosa-dosanya itu. Ketika mendapatkan kenikmatan yang berlimpah lalu dia berdzikir dengan menyebut hamdalah, maka dia akan meraih ketenangan karena dapat memanfaatkannya dengan baik dan begitulah seterusnya sehingga dengan dzikir, ketenangan jiwa akan diperoleh seorang muslim, Allah berfirman yang artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram (13:28).

Untuk mencapai ketenangan jiwa, dzikir tidak hanya dilakukan dalam bentuk menyebut nama Allah, tapi juga dzikir dengan hati dan perbuatan. Karena itu, seorang mu'min selalu berdzikir kepada Allah dalam berbagai kesempatan, baik duduk, berdiri maupun berbaring.

2. Yakin Akan Pertolongan Allah.

Dalam hidup dan perjuangan, seringkali banyak rintangan, tantangan dan hambatan yang harus dihadapi, adanya hal-hal itu seringkali membuat manusia menjadi tidak tenang yang membawa pada perasaan takut yang selalu menghantuinya. Ketidaktenangan seperti ini seringkali membuat orang yang menjalani kehidupan menjadi berputus asa dan bagi yang berjuang menjadi takluk bahkan berkhianat.

Oleh karena itu, agar hati tetap tenang dalam perjuangan menegakkan agama Allah dan dalam menjalani kehidupan yang sesulit apapun, seorang muslim harus yakin dengan adanya pertolongan Allah dan dia juga harus yakin bahwa pertolongan Allah itu tidak hanya diberikan kepada orang-orang yang terdahulu, tapi juga untuk orang sekarang dan pada masa mendatang, Allah berfirman yang artinya: Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (3:126, lihat juga QS 8:10).

Dengan memperhatikan betapa banyak bentuk pertolongan yang diberikan Allah kepada para Nabi dan generasi sahabat dimasa Rasulullah Saw, maka sekarangpun kita harus yakin akan kemungkinan memperoleh pertolongan Allah itu dan ini membuat kita menjadi tenang dalam hidup ini. Namun harus kita ingat bahwa pertolongan Allah itu seringkali baru datang apabila seorang muslim telah mencapai kesulitan yang sangat atau dipuncak kesulitan sehingga kalau diumpamakan seperti jalan, maka jalan itu sudah buntu dan mentok. Dengan keyakinan seperti ini, seorang muslim tidak akan pernah cemas dalam menghadapi kesulitan karena memang pada hakikatnya pertolongan Allah itu dekat, Allah berfirman yang artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (QS 2:214).

3. Memperhatikan Bukti Kekuasaan Allah.

Kecemasan dan ketidaktenangan jiwa adalah karena manusia seringkali terlalu merasa yakin dengan kemampuan dirinya, akibatnya kalau ternyata dia merasakan kelemahan pada dirinya, dia menjadi takut dan tidak tenang, tapi kalau dia selalu memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah dia akan menjadi yakin sehingga membuat hatinya menjadi tenteram, hal ini karena dia sadari akan besarnya kekuasaan Allah yang tidak perlu dicemasi, tapi malah untuk dikagumi. Allah berfirman yang artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab, "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tenang (tetap mantap dengan imanku)". Allah berfirman, ("kalau begitu) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah, kemudian letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS 2:260).

4. Bersyukur

Allah Swt memberikan kenikmatan kepada kita dalam jumlah yang amat banyak. Kenikmatan itu harus kita syukuri (dengan hati, lisan, dan perbuatan) karena dengan bersyukur kepada Allah akan membuat hati menjadi tenang, hal ini karena dengan bersyukur, kenikmatan itu akan bertambah banyak, baik banyak dari segi jumlah ataupun minimal terasa banyaknya. Tapi kalau tidak bersyukur, kenikmatan yang Allah berikan itu kita anggap sebagai sesuatu yang tidak ada artinya dan meskipun jumlahnya banyak kita merasakan sebagai sesuatu yang sedikit.

Apabila manusia tidak bersyukur, maka Allah memberikan azab yang membuat mereka menjadi tidak tenang, Allah berfirman yang artinya: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram, rizkinya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat(QS 16:112).

5. Tilawah, Tasmi’ dan tadabbur Al-Quran.

Al-Quran adalah kitab yang berisi sebaik-baik perkataan, diturunkan pada bulan suci Ramadhan yang penuh dengan keberkahan, karenanya orang yang membaca (tilawah), mendengar bacaan (tasmi') dan mengkaji (tadabbur) ayat-ayat suci Al-Quran niscaya menjadi tenang hatinya, manakala dia betul-betul beriman kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Allah telah menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhanya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya (QS 39:23).

Oleh karena itu, sebagai mu'min, interaksi kita dengan al-Qur'an haruslah sebaik mungkin, baik dalam bentuk membaca, mendengar bacaan, mengkaji dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Manakala interaksi kita terhadap Al-Quran sudah baik, maka mendengar bacaan Al-Quran saja sudah membuat keimanan kita bertambah kuat yang berarti lebih dari sekedar ketenangan jiwa, Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal (QS 8:2).

Dengan berbekal jiwa yang tenang itulah, seorang muslim akan mampu menjalani kehidupannya secara baik, sebab baik dan tidak sesuatu seringkali berpangkal dari persoalan mental atau jiwa. Karena itu, Allah Swt memanggil orang yang jiwanya tenang untuk masuk ke dalam syurga-Nya, Allah berfirman yang artinya: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam syurga-Ku (QS 89:27-30).

HIBURAN YANG DIANJURKAN ISLAM

Hiburan sejati ialah hiburan yang bertapak di hati. Ia boleh membawa hati yang tenang. Syarat bagi ketenangan hati itu ialah dengan mengisi keperluan asasinya yaitu iman. Firman Allah Subhanahu wa ta‘ala dalam Al-Qur‘an yang tafsirnya :

“Orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan zikir kepada Allah. Ketahuilah! Dengan zikir kepada Allah itu, tenang tenteramlah hati manusia”.

(Surah Al-Ra‘ad: 28)

Oleh itu orang yang beriman akan mendapat hiburan dengan cara berhubung dengan Allah dengan melaksanakan perintah, kewajipan, melakukan perkara-perkara yang disunatkan seperti zikir, puasa, sedekah dan lain-lain seumpamanya, berinteraksi dengan alam ciptaan Allah, dan menerima segala ketentuan daripada Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Apabila melaksanakan perintah Allah, mereka terhibur kerana merasakan perintah itu datang daripada kekasihnya. Kalau yang menyuruh itu kekasih, tidak ada yang disusahkan bahkan kegembiraan yang akhirnya membawa ketenangan. Mereka rasa seronok dan terhibur dengan ibadah tersebut.

Orang mukmin juga rasa terhibur dengan warna kehidupan yang dicorakkan oleh Allah. Hatinya sentiasa bersangka baik dengan Allah, membuatkannya tidak pernah resah. Apabila diberi nikmat mereka rasa terhibur, lalu bersyukur. Diberi kesusahan, mereka terhibur, lalu bersabar. Mereka yakin dengan firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya :

“(Katakanlah wahai orang-orang yang beriman: “Ugama Islam yang kami telah sebati dengannya ialah): Celupan Allah (yang mencorakkan seluruh kehidupan kami dengan corak Islam); dan siapakah yang lebih baik celupannya selain daripada Allah? (Kami tetap percayakan Allah) dan kepadaNyalah kami beribadat”.

(Surah Al-Baqarah: 138)

Orang yang beriman juga akan terhibur apabila melihat alam ciptaan Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Mereka merasa tenang, bahagia dan gembira melihat pantai, bukit bukau, langit, laut dan sebagainya. Melihat, mendengar dan berfikir tentang keindahan itu sudah cukup bagi mereka merasai keindahan alam dan kebesaran penciptaNya. Sifat sedemikian merupakan sifat orang-orang yang bertaqwa iaitu orang yang berusaha memelihara dirinya daripada menyalahi hukum dan undang-undang Allah Ta‘ala. Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala tafsirnya :

“Sesungguhnya pertukaran malam dan siang silih berganti, dan pada segala yang dijadikan oleh Allah di langit dan di bumi, ada tanda-tanda (yang menunjukkan undang-undang dan peraturan Allah) kepada kaum yang mahu bertaqwa”.

(Surah Yunus: 6)

Selain itu mereka ini dapat menghayati maksud sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang maksudnya:

“Sesungguhnya Allah itu indah. Dia suka keindahan”.

(Hadis riwayat Muslim )

Islam tidak menolak hiburan dari luar selama hiburan luar itu boleh menyumbang dan menyuburkan lagi hiburan dalaman hati dengan syarat ia mematuhi syariat. Alunan ayat suci Al-Qur‘an, selawat yang memuji Nabi, lagu yang menyuburkan semangat jihad, puisi atau syair yang menghaluskan rasa kehambaan kepada Tuhan, pasti akan menyuburkan lagi iman mereka. Firman Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya:

“Allah telah menurunkan sebaik-baik perkataan iaitu kitab suci Al-Qur‘an yang bersamaan isi kandungannya antara satu dengan yang lain (tentang benarnya dan indahnya), yang berulang-ulang (keterangannya, dengan berbagai cara); yang (oleh kerana mendengarnya atau membacanya) kulit badan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka menjadi seram; kemudian kulit badan mereka menjadi lembut serta tenang tenteram hati mereka menerima ajaran dan rahmat Allah”.

(Surah Al-Zumar: 23)

FirmanNya lagi yang tafsirnya :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu (yang sempurna imannya) ialah mereka yang apabila disebut nama Allah (dan sifat-sifatNya) gementerlah hati mereka; dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menjadikan mereka bertambah iman, dan kepada Tuhan mereka jualah mereka berserah”.

(Surah Al-Anfaal: 2)

Dan firmanNya lagi yang tafsirnya :

“Iaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah, gerun gementarlah hati mereka, dan orang-orang yang sabar terhadap kesusahan yang menimpa mereka, dan orang-orang yang mendirikan sembahyang, serta orang-orang yang mendermakan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepadanya”.

(Surah Al-Hajj: 35)

Semua ibadat jika dilaksanakan dengan penuh perhatian, pasti akan memberi ketenangan jiwa, lihat sahaja ibadat sembahyang, sekalipun merupakan suatu kewajipan orang Islam, ia juga suatu hiburan yang kekal yang menjadikan hati orang yang beriman dan bertaqwa itu terhibur dengan sembahyang kerana mereka terasa sedang berbisik-bisik, bermesra, mengadu dan merintih dengan kekasih hatinya iaitu Allah Subhanahu wa Ta‘ala.

Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bahawa dengan sembahyang, hati orang beriman dan bertaqwa sudah terhibur, Baginda bersabda yang maksudnya :

“Di antara kesenangan dunia yang aku sukai ialah wanita, wangi-wangian dan penenang hatiku adalah sembahyang”.

(Hadis riwayat Al-Nasa‘ei)

Dari apa yang telah dibicarakan di atas, jelas kepada kita bahawa Islam tidak melarang umatnya untuk berhibur asalkan tidak menjejaskan kewajipan dan jauh dari segala perkara maksiat dan mungkar. Hiburan yang dilarang oleh agama Islam itu ialah segala bentuk hiburan yang melalaikan atau merugikan, apa lagi hiburan yang menjejaskan kewajipan seorang Islam. Nyanyian, karaoke, tari menari, lebih-lebih lagi tari menari yang yang bercampur lelaki dan perempuan, konsert-konsert nyanyian sekalipun atas nama “amal” tidak akan menghalang hakikatnya sebagai kegiatan yang bertentangan dengan syarak atau konsert nyanyian yang ada sekarang lebih banyak menjurus kepada tidak diredhai oleh Allah. Tujuan amal adalah kata-kata berselindung, seperti berselindung racun di sebalik makanan yang enak, akhirnya akan membunuh orang yang memakannya. Hal sedemikian telah digambarkan oleh Al-Qur‘an yang tafsirnya:

“Maka (fikirkanlah) adakah orang yang diperelokkan kepadanya amal buruknya (oleh syaitan) lalu dia memandangnya dan mempercayainya baik, (bolehkah disifatkan sebagai orang yang menjalankan peraturan yang ditetapkan Allah untuk memberi hidayah kepadanya, atau sebaliknya?)

Kerana sesungguhnya Allah menyesatkan sesiapa yang dikehendakiNya, dan Ia juga memberi hidayah petunjuk kepada sesiapa yang dikehendakiNya”.

(Surah Faatir: 8.)

Apabila di dalamnya bercampur perkara-perkara mungkar atau maksiat maka sesuatu yang haram itu tidak akan menjadi halal hanya sekadar diselubungi dengan tujuan yang baik atau kerana cita-cita itu murni. Dalam kaedah fiqh juga menjelaskan yang maksudnya:

“Di dalam umat ini akan terjadi peristiwa di telan bumi, berubah rupa bentuk dan dilempar dengan batu, Seorang lelaki daripada kalangan kaum muslimin bertanya: “Wahai Rasulullah, bilakah terjadi peristiwa itu?” Baginda bersabda menjawab: “Apabila telah muncul penyanyi-penyanyi perempuan dan alat-alat muzik yang ditiup dan berbagai jenis minuman arak”.

(Hadis riwayat Al-Tirmizi)

Ibnu Hajar dalam kitabnya Al-Zawajir telah menjelaskan bahawa orang-orang yang duduk bersama-sama orang minum arak, orang fasik dan duduk dengan ahli hiburan yang haram (seperti majlis tari menari walaupun dengan isteri sendiri), sedangkan dia berkuasa untuk menegah perkara-perkara tersebut atau berkuasa meninggalkan majlis itu adalah suatu dosa besar.

Menurut Imam Al-Qurtubi pula, sentiasa mendengar nyanyian juga boleh menyebabkan sifat bodoh dan tertolak persaksiannya (syahadah), dan yang lebih ditakuti lagi ialah menyebabkan nifaq, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang maksudnya: “Nyanyian itu menumbuhkan sifat nifaq (munafiq) dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran”.

(Hadis riwayat Al-Baihaqi)

Dari itu ingatlah bahawa kehidupan dunia itu hanyalah sementara dan sebagai jalan untuk menuju kebahagiaan di akhirat. Kita perlu sentiasa waspada dan ingat bahawa Allah Subhanahu wa Ta‘ala menyediakan azab bagi orang-orang yang mengutamakan kehidupan dunia semata-mata tanpa menghiraukan larangan-larangan Allah dan RasulNya bahkan lalai dan leka oleh perkara-perkara mungkar dan maksiat. Ini dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala dalam firmanNya yang tafsirnya:

“Ketahuilah bahawa (yang dikatakan) kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah (bawaan hidup yang berupa semata-mata permainan dan hiburan (yang melalaikan) serta perhiasan, juga (bawaan hidup yang bertujuan) bermegah di antara kamu (dengankelebihan, kekuatan dan bangsa keturunan) serta berlumba-lumba membanyakkan hartabenda dan anak pinak; (semuanya itu terhad waktunya) samalah seperti hujan yang (menumbuhkan tanaman yang menghijau subur) menjadikan penanamnya suka dan tertarik hati kepada kesuburannya, kemudian tanaman itu bergerak segar (ke suatu masa yang tertentu), selepas itu engkau melihatnya berupa kuning; akhirnya ia menjadi hancur berkecai; dan (hendaklah diketahui lagi, bahawa) di akhirat ada azab yang berat (disediakan bagi golongan yang hanya mengutamakan kehidupan dunia), dan (ada pula) keampunan besar serta keredaan dari Allah (disediakan bagi orang-orang yang mengutamakan akhirat). Dan (ingatlah, bahawa) kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan bagi orang-orang yang terpedaya”.

(Surah Al-Hadid: 20)

Allah Subhanahu wa Ta‘ala juga mengkhabarkan, apabila umat Islam tidak berpandukan syarak dalam menjalankan segala urusan dunia dan akhiratnya, kadang-kadang timbul sangkaan baik mereka terhadap sesuatu amalnya, pada hal adalah sebaliknya. Jika ada suatu amalan itu mengandungi perkara-perkara yang tidak selaras dengan syarak, maka rosak binasalah segala amal usahanya yang mereka sangka baik itu, dan tidak akan mendapat sebarang harga pada hari kiamat kelak, bahkan mereka akan menerima kehinaan dan azab seksa yang seburuk-buruknya. Hal ini telah diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta‘ala yang tafsirnya:

“Katakanlah (wahai Muhammad): “Mahukah kami khabarkan kepada kamu akan orang-orang yang rugi serugi-rugi amal perbuatannya? Iaitu orang-orang yang telah sia-sia amal usahanya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahawa mereka sentiasa betul dan baik pada apa sahaja yang mereka lakukan. Merekalah orang-orang yang kufur, ingkar akan ayat-ayat Tuhan mereka dan akan pertemuan denganNya; oleh itu gugurlah amal-amal mereka; maka akibatnya kami tidak akan memberi sebarang timbangan untuk menilai amal mereka pada hari kiamat nanti. (Mereka yang bersifat) demikian, balasannya neraka Jahannam, disebabkan mereka pula kufur ingkar, dan mereka pula menjadikan ayat-ayatKu dan Rasul-rasulKu sebagai ejekan”.

(Surah Al-Kahfi: 103-105)

Sumber: Brunei Darussalam Mufti’s Office


0 komentar:

Post a Comment